Minggu, 27 November 2016

Penanganan Pengaduan dan Pemulihan Jasa

Pengaduan pelanggan adalah suatu pernyataan resmi tentang ketidakpuasan dengan setiap aspek suatu pengalaman jasa. Karakteristik jasa yang sangat berbeda seperti kinerja real-time, keterlibatan pelanggan, orang sebagai bagian dari produk, dan kesulitan evaluasi sangat mempertinggi kemungkinan kegagalan jasa yang dipahami pelanggan. Seberapa baik sebuah perusahaan menangani pengaduan dan mengatasi masalah mungkin akan menentukan apakah perusahaan itu akan mempertahankan atau kehilangan pelanggannya.
Tanggapan Pelanggan terhadap Kegagalan Jasa
Ada empat tindakan yang mungkin dilakukan oleh pelanggan jika terjadi kegagalan jasa 
1.Tidak melakukan apa-apa
2.Mengadu dalam suatu bentuk kepada perusahaan jasa tersebut
3.Mengambil tindakan melalui pihak ketiga(organisasi advokasi konsumen, badan pemerintah urusan konsumen atau pengawas, atau pengadilan perdata atau pidana)
4.Pindah ke penyedia jasa lain dan mencegah orang-orang lain agar mereka tidak menggunakan jasa tersebut(cerita negatif dari mulut ke mulut)


Sebagai contoh kasus:


Dari contoh kasus surat pembaca di atas terjadi kegagalan jasa oleh ibu Agni yang diharuskan untuk membayar pajak kendaraan yang sudah menunggak, padahal mobil yang dimiliki ibu Agni sudah lama dijual dan didalam surat tersebut juga di sebutkan bahwa jika tidak membayar dalam waktu 2x24 jam maka barang milik ibu Agni akan di sita dan dilelang. Setelah ibu agni curiga ia pun mengecek di Dirjen Pajak dan mengadu di surat pembaca ini. Dan seletah beberapa hari tepatnya tanggal 4 November 2016 Kepala UPTD Samsat juga merespon pada surat pembaca bahwa Kepala UPTD samsat sudah menyelesaikan masalah dengan ibu Agni dan menyampaikan bahwa petugas yang mendatangi Ibu Agni adalah petugas resmi namun karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi maka terjadi kesalahpahaman dan Kepala UPTD samsat juga berjanji untuk lebih membekali petugas-petugasnya dengan pengalaman yang lebih baik agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. 

Analisis kasus : 
Sesuai dengan teori yang sudah dipelajari dapat kita simpulkan bahwa kasus yang dialami ibu Agni termasuk dalam tindakan yang memutuskan untuk melakukan pengaduan, dimana pengaduan yang dilakukan mengadu ke perusahaan di tingkat lokal(Samsat Surabaya) dan mengadu ke organisasi diluarnya (Surat pembaca) namun setelah proses pengaduan yang di lakukan oleh ibu Agni masalah yang ada sudah dapat di selesaikan oleh kepala UPTD samsat yang juga melakukan klarifikasi melalui surat pembaca juga. Sehingga teori yang diatas sesuai dan didukung oleh contoh kasus real yang ada di masyarakat sekitar.

Solusi Kasus: 
Sebaiknya pihak samsat harus tahu betul kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pegawainya sebelum ia terjun ke lapangan. Agar kesalahan-kesalahan seperti ini tidak terjadi. Dan jika masalah seperti ini terus terjadi di kemudian hari maka dampaknya akan membuat masyarakat yang kurang percaya terhadap kinerja dari samsat itu sendiri dan mengalami kerugian. Dan pihak samsat ketika ada pengaduan harus cepat tanggap dan segera menyelesaikan masalah tersebut karena jika tidak mungkin saja seorang pelanggan akan mencari langkah hukum atau menceritakan kinerja yang negatif kepada orang-orang dari mulut ke mulut.  

Sumber:
Christopher H Lovelock dan Lauren K. Wright, 2007, Manajemen Pemasaran Jasa, Alih bahasa Agus Widyantori, Cetakan Kedua, Jakarta; PT.INDEKS

Minggu, 13 November 2016

Peta Persepsi adalah grafik yang menggambarkan bagaimana pelanggan mempersepsikan jasa-jasa yang saling bersaing.
Peta ini juga memainkan peran penting dalam menyediakan gambaran visual tentang ciri-ciri unik jasa, mengidentifikasi sifat ancaman dan peluang persaingan, dan menyoroti kesenjangan antara persepsi pelanggan dan manajemen tentang jasa yang bersaing tersebut.

Sebagai Contoh :


Dari contoh peta pemosisian diatas dapat dikatakan bahwa tingkat harga yang ditawarkan tinggi memiliki kualitas yang tinggi pula. Dan grafik bar abu-abu menunjukan bahwa semakin kebawah maka penyedia jasa potong rambut memiliki peringkat yang lebih rendah. Di peta pemosisian tersebut terdapat tiga kelompok yaitu Raja Pangkas dan Merdeka Jaya termasuk kelas bawah, sedangkan Shinjuku Premium Salon, Nora Salon, dan Weidy Laksmana berada di kelas menengah, dan untuk L'John salon berada di kelas atas. 

Peta persepsi diatas didasarkan pada perspektif pelanggan (penulis). Sehingga mutu dari peta persepsi tersebut bergantung pada informasi yang didapat oleh pelanggan (penulis) melalui pengalaman. Karena kebanyakan pasar bersifat dinamis, maka setiap perusahaan perlu melakukan riset pasar tambahan dan menggambarkan peta persepsi untuk mencerminkan perubahan-perubahan signifikan dalam lingkungan persaingan tersebut dalam hal ini jasa potong rambut.

Sumber:
Christopher H Lovelock dan Lauren K. Wright, 2007, Manajemen Pemasaran Jasa, Alih bahasa Agus Widyantori, Cetakan Kedua, Jakarta; PT.INDEKS

Minggu, 06 November 2016

Jasa Dari Sudut Pandang Pelanggan

Proses Pembelian adalah tahap dimana seorang pelanggan mengalami tahap-tahap memilih, mengkonsumsi, dan menilai suatu jasa.
Tahap Pra-Pembelian adalah tahap pertama dalam proses pembelian jasa, dimana pelanggan mengidentifikasi berbagai alternatif,menimbang-nimbang manfaat dan risiko, dan membuat keputusan pembelian
Tahap Pertemuan Jasa adalah tahap kedua dalam proses pembelian jasa, dimana terjadi penyerahan jasa melalui interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa.
Tahap Pasca-Pembelian adalah tahap terakhir dalam proses pembelian jasa, dimana pelanggan menilai kualitas jasa dan kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap hasil jasa tersebut.

Sebagai Contoh Kasus:

Satu bulan yang lalu mama saya di undang oleh teman dekatnya untuk acara pernikahan anaknya. Karena undangan tersebut sangat mendadak maka teman-teman saya menyarankan untuk membeli tiket pesawat dan hotel melalui tiket online saja karena mudah dan cepat. Akhirnya saya memesan tiket pesawat dan hotel buat satu orang untuk pergi ke lombok,NTB melalui tiket online yang sudah ternama. Harga tiket pesawat untuk satu orang pulang pergi adalah sebesar Rp 725.000 sesuai dengan yang ada di aplikasi tiket online tersebut. Dan untuk harga hotel bintang tiga untuk 1 malam seharga Rp 335.000 sesuai dengan yang ada di aplikasi sehingga total biaya yang saya bayar adalah Rp 1.166.000(ditambah PPN). Setelah semua pembayaran selesai mama saya berangkat dan tidak ada masalah di tiket pesawatnya namun disayangkan ketika ingin check in hotel receptionisnya mengatakan bahwa mama saya kekurangan pembayaran padahal di aplikasi sudah tertera total biaya ditambah PPN. Ketika mama saya menanyakan biaya apa receptionisnya mengatakan biaya service charge dan biaya lain-lain sebesar Rp 125.500. Sehingga mau tidak mau mama saya membayar kekurangan tersebut agar bisa check in ke kamar.   

Analisis Kasus: 
Pada kasus ini ketika seseorang membutuhkan sesuatu maka orang tersebut pasti mencari segala informasi mengenai kebutuhan tersebut, ketika segala informasi yang diperlukan diperoleh maka permintaan jasa dapat dilakukan dan terakhir adalah evaluasi kinerja apakah jasa tersebut sudah sesuai dengan keinginan sang pembeli dalam hal ini mama saya dan harapan kedepan untuk penyedia jasa tersebut.

Solusi:
Seharusnya pihak penyedia jasa tiket online tersebut sudah harus memberikan biaya total tanpa ada biaya-biaya lain seperti kasus di atas. Jika hal ini terus dilanjutkan maka penyedia jasa tiket online tersebut dapat dikatakan telah membohongi konsumen dengan biaya yang paling murah diantara penyedia jasa tiket online lainnya padahal kenyataannya tidak demikian. Dan jika kasus seperti ini terus ditemukan maka penyedia jasa tiket online tersebut dapat memiliki reputasi yang buruk karena sebuah berita akan cepat menyebar dari mulut-kemulut. Dan jika seorang konsumen sudah menilai penyedia jasa tersebut buruk maka sulit untuk kemudian hari memakai jasa tersebut kembali karena sudah terlanjur kecewa terhadap pelayanannya.  

Sumber:
Christopher H Lovelock dan Lauren K. Wright, 2007, Manajemen Pemasaran Jasa, Alih bahasa Agus Widyantori, Cetakan Kedua, Jakarta; PT.INDEKS